Pakar Tiga Negara Teliti Letusan Merapi 1872

Untuk mencari tahu seberapa berbahaya Gunung Merapi, pemerintah
menyambut baik rencana para ahli dan peneliti bencana vulkanis dari
Indonesia, Jepang, dan Amerika Serikat, untuk meneliti sejauh mana
letusan Merapi sebelum 1872.
"Karena sebelum letusan dahsyat tahun 1872, kita belum tahu seperti apa itu. Presiden sudah mengatakan tidak mau ambil risiko," kata Menko Perekonomian Hatta Rajasa di Jakarta, Senin, 8 November 2010.
"Karena sebelum letusan dahsyat tahun 1872, kita belum tahu seperti apa itu. Presiden sudah mengatakan tidak mau ambil risiko," kata Menko Perekonomian Hatta Rajasa di Jakarta, Senin, 8 November 2010.
Menurut Hatta, penelitian terhadap letusan sebelum 1872 dilakukan
lantaran belum ada catatan bagaimana pola letusannya pada masa
sebelumnya. Sedangkan, untuk peristiwa setelah 1872, data-data dan
informasinya sudah cukup banyak diketahui.
Pemerintah mendukung kerja sama peneliti ketiga negara guna
mengungkap kepastian apa yang sesungguhnya terjadi dengan rentetan
letusan Merapi belakangan ini. "Kajian ini penting untuk memetakan pola
aktivitas vulkanik Merapi yang terus berubah-ubah."
Hatta menekankan akan sangat baik jika para ahli itu mengembangkan diskusi untuk meneliti Merapi. Ini sangat diperlukan oleh pemerintah guna mencegah adanya korban akibat peristiwa letusan Merapi.
Hatta menekankan akan sangat baik jika para ahli itu mengembangkan diskusi untuk meneliti Merapi. Ini sangat diperlukan oleh pemerintah guna mencegah adanya korban akibat peristiwa letusan Merapi.
Sekarang ini, cara yang ditempuh pemerintah adalah mengungsikan
penduduk di radius 20 kilometer agar aman. "Tapi apakah permanen, itu
masih terlalu dini," katanya.
Berdasarkan data Badan Geologi ESDM, letusan tahun 1872 dianggap sebagai letusan terakhir dan terbesar pada abad 19 dan 20. Letusan 138 tahun lalu itu berlangsung selama lima hari dan digolongkan dalam kelas D.
Saking dahsyatnya, suara letusan itu terdengar sampai ke Karawang, Madura dan Bawean. Saat itu, awan panas mengalir melalui hampir semua hulu sungai yang ada di puncak Merapi yaitu Apu, Trising, Senowo, Blongkeng, Batang, Woro, dan Gendol.
Sementara, letusan pada 5 November menewaskan 88 korban. Mereka adalah warga Dusun Bronggon, Argomulyo, Kecamatan Sleman, yang berjarak sekitar 16 sampai 18 kilometer dari puncak Merapi. Letusan itu bahkan menghempaskan kubah Merapi yang baru terbentuk.
Berdasarkan data Badan Geologi ESDM, letusan tahun 1872 dianggap sebagai letusan terakhir dan terbesar pada abad 19 dan 20. Letusan 138 tahun lalu itu berlangsung selama lima hari dan digolongkan dalam kelas D.
Saking dahsyatnya, suara letusan itu terdengar sampai ke Karawang, Madura dan Bawean. Saat itu, awan panas mengalir melalui hampir semua hulu sungai yang ada di puncak Merapi yaitu Apu, Trising, Senowo, Blongkeng, Batang, Woro, dan Gendol.
Sementara, letusan pada 5 November menewaskan 88 korban. Mereka adalah warga Dusun Bronggon, Argomulyo, Kecamatan Sleman, yang berjarak sekitar 16 sampai 18 kilometer dari puncak Merapi. Letusan itu bahkan menghempaskan kubah Merapi yang baru terbentuk.
0 komentar:
Posting Komentar